Minggu, 29 April 2012

Pura Batur




Aham bhumim adadam aryaya.
aham vrsthim dasuse martyaya,
aham apo anayam vavasana
mama devaso anu ketam ayam.
(Rgveda IV.26.2). 

Maksudnya: Aku anugerahkan bumi ini kepada orang yang mulia. Aku turunkan hujan yang bermanfaat bagi semua makhluk. Aku alirkan terus gemuruhnya air dan hukum alam yang patut pada kehendak-Ku.


Pura Besakih disebut Pura Purusa, sedangkan Pura Batur disebut Pura Pradana.

Di Pura Besakih, Tuhan dipuja untuk menguatkan jiwa kerohanian umat untuk mencapai kebahagiaan spiritual. Sedangkan di Pura Batur, Tuhan dipuja untuk menguatkan spiritual umat dalam membangun kemakmuran ekonomi.

Tenang secara rohani dan makmur secara ekonomi merupakan dambaan universal setiap umat manusia di dunia ini. Mengapa disebut Pura Purusa dan Predana. Hal ini diceritakan dalam Lontar Usana Bali. Dalam Lontar Usana Bali itu diceritakan secara mitologis bahwa Gunung Mahameru di India sangat tinggi hampir menyentuh langit. Kalau langit sampai tersentuh maka hancurlah alam ini. Karena itu Sang Hyang Pasupati mengambil puncak Gunung Mahameru di India dengan kedua tangannya. Bongkahan Gunung Mahameru itu diterbangkan ke Bali. Bongkahan yang digenggam dengan tangan kanan beliau menjadi Gunung Agung. Sedangkan bongkahan pada tangan kiri beliau menjadi Gunung Batur. Di Gunung Agung distanakan Sang Hyang Putra Jaya (Sang Hyang Maha Dewa). Sedangkan di Gunung Batur distanakan Dewi Danuh. Dewi Danuh itu tidak lain adalah saktinya Dewa Wisnu. Dewa Wisnu adalah Tuhan sebagai dewanya air untuk kemakmuran makhluk hidup.

Lontar yang menyebutkan keberadaan Pura Batur ini antara lain Lontar Usana Bali, Lontar Kusuma Dewa, Lontar Raja Purana Batur. Menurut lontar tersebut Pura Batur adalah Pura Sad Kahyangan yang tergolong Kahyangan Jagat untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Kemakmuran. Kahyangan Jagat adalah tempat pemujaan Tuhan bagi semua umat Hindu.

Dasar membangun kemakmuran dinyatakan dalam Bhagawad Gita adalah kris, goraksya dan vanjyam yang artinya pertanian, peternakan dan perdagangan. Kemakmuran tersebut tidak mungkin terwujud tanpa ada air. Dari airlah stavira (tumbuh-tumbuhan), janggama (hewan) dan manusia mengembangkan kehidupannya.

Salah satu tujuan pendirian Sad Kahyangan itu untuk memotivasi umat manusia melestarikan Sad Kerti membangun kesejahteraan lahir batin. Danu Kerti dan Wana Kerti adalah dua dari enam unsur Sad Kerti. Air samudera menguap menjadi mendung. Mendung jatuh menjadi hujan. Air hujan yang turun tanpa ada tumbuh-tumbuhan akan bablas langsung ke laut.

Kalau ada tumbuh-tumbuhan sebagai hutan di lahan yang tinggi seperti bukit dan gunung maka air tersebut akan teresap dengan baik. Air yang diresap oleh hutan itu akan menjadi danau dan sungai yang terus mengalir tak henti-hentinya. Demikianlah hukum alam ciptaan Tuhan.

Proses alam seperti itu harus dipelihara dan dijaga dengan baik oleh umat manusia dengan arif dan bijak. Air, tumbuh-tumbuhan bahan makanan dan kata-kata bijak adalah tiga ratna permata di bumi menurut Canakya Nitisastra. Kalau air dan tumtuh-tumbuhan tanpa dikelola dengan kata-kata bijak maka semuanya itu akan membawa bencana bagi umat manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi ini.

Memuja Tuhan sebagai Dewi Danuh, saktinya Dewa Wisnu untuk memelihara tegaknya eksistensi kata-kata bijak mengelola proses alam itu. Kalau proses alam tersebut dikelola dengan nafsu keserakahan justru akan membawa bencana bagi manusia. Perpaduan Pura Ulun Danu Batur, Gunung Batur, Danau Batur dan hutan di kawasan Kintamani merupakan keindahan yang amat memukau. Upacara keagamaan Hindu dan sembahyang di Pura Ulun Danu Batur itu hendaknya diarahkan untuk mencerahkan umat agar menjaga keindahan tersebut.

Keberadaan Pura Ulun Danu Batur di kawasan Kintamani itu harusnya dijadikan pusat penguatan jiwa untuk memotivasi umat dalam memelihara lestarinya perpaduan proses alam yang indah memukau.

Kawasan tersebut sebagai kawasan resapan air di Bali. Kalau kawasan tersebut rusak maka salah satu sumber untuk ajegnya alam Bali akan terancam. Jadi, bukan orang Kintamani dan Bangli saja yang rugi, tetapi Bali secara keseluruhan. Perhatian kepada Pura Ulun Danu Batur itu tidak boleh berhenti pada proses pemujaan dan upacara semata. Pemujaan umat ke Pura Ulun Danu Batur harus ditujukan untuk mendalami dan memahami nilai-nilai universal yang berada di balik Pura Ulun Danu Batur itu. Salah satu nilai universalnya adalah adanya amanat untuk menjaga kelestarian air dan hutan di Bali. Sesuai dengan Sarasamuscaya 135, lakukan Bhuta Hita (alam sejahtra) terlebih dahulu untuk menjamin tercapainya tujuan hidup dharma, artha dan kama di dunia sekala dan moksha di dunia niskala.

* Ketut Gobyah



     Tinjauan Babad: Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur
oleh : Jro Mangku I Ketut Riana


Bertepatan dengan Purnama Kedasa, sebagaimana biasa berlangsunglah upacara besar di Pura Ulun Danu Batur. Desa Batur, Kintamani, Bangli.
Pura Ulun Danur Batur sebagai kahyangan jagat umat Hindu di Bali, dimuliakan sebagai stana Bhatara Wisnu. Sedangkan Bhatara Siwa di Besakih dan Brahma di Lempuyang Luhur, Karangasem.
Sebagai stana Bhatara Wisnu, yang dalam konsep masyarakat Batur terkenal dengan sebutan Batari Dewi Danuh, Pura Ulun Danu memiliki sejarah yang sangat menarik, baik yang berkembang secara turun-temurun, sebagai cerita rakyat yang hidup di Batur serta masyarakat pemuja di sekitarnya, mau pun sebagaimana termuat dalam beberapa babad.
Paling tidak, sejarah Pura Ulun Danu Batur termuat dalam :
(1) Babad Pasek yang ditulis oleh Jro Mangku Gede Ketut Soebandi,
(2) Babad Pasek yang ditulis oleh I Gusti Bagus Sugriwa, serta
(3) Babad Kayu Selem yang disalin oleh Drs. Putu Budiastra, dkk. 
 
Bahkan sejarah pura ini juga termuat dalam Raja Purana Pura Ulun Danu Batur I dan II yang disusun oleh Drs. I Putu Budiastra, dkk.
Sejarah dan terjadinya Gunung Batur serta Pura Ulun Danu Batur dapat diuraikan sebagai berikut:

Zaman Bahari
Dalam versi Babad Pasek dan Babad Kayu Selem, semula Pulau Bali dan Selaparang masih menyatu dan terombang-ambing dihanyutkan arus samudera. Waktu itu, Ida Bhatara Hyang Pasupati yang berstana di Puncak Gunung Prabulingga (Gunung Semeru) merasa kasihan melihat kedua pulau tersebut terombang-ambing. Beliau lantas mengutus tiga putranya yakni Bhatara Hyang Geni Jaya, Bhatara Hyang Mahadewa, dan Bhatari Dewi Danu agar menyusup ke Pulau Bali.

"Nanda bertiga, Geni Jaya, Putra Jaya (Mahadewa) dan Dewi Danuh hendaknya nanda bertiga datang ke Pulau Bali agar pulau tersebut tidak terombang-ambing," demikian sabda Hyang Pasupati.

"Mohon maaf ayahanda, nanda masih sangat muda dan belum berpengalaman," jawab ketiga putranya.

      "Nanda jangan khawatir," tandas Hyang Pasupati.

Begitulah, akhirnya Hyang Pasupati memasukkan ketiga putranya ke dalam kelapa gading, dan dihanyutkan lewat dasar laut. Secara gaib ketiganya tiba di Gunung Agung, dan Beliau sepakat mencari tempat bersemayam.
Bhatara Hyang Geni Jaya memutuskan berstana di Gunung Lempuyang,
Bhatara Putra Jaya (Mahadewa) berstana di Gunung Agung dengan Pura Besakih, dan
Bhatari Dewi Danu memilih sebuah kubangan besar yakni Danau Batur dengan Gunung Batur sebagai puncaknya.
Setelah itu, Hyang Pasupati mengirim empat putra lainnya, seterusnya berstana di Andakasa, Gunung Beratan (Pucak Mangu), Gunung Batukaru, dan Pejeng. Sehingga bila dirunut secara historis, khususnya dari kajian babad, seharusnya di Bali ada sapta kahyangan bukannya sad kahyangan.

Purana Tatwa Batur
Siapa dan bagaimana Gunung Batur serta Beliau yang bersemayam di Pura Ulun Danu Batur, tersirat pula dalam salah satu bagian: Raja Purana Pura Ulun Danu Batur -- Purana Tatwa. Begitu pula, uraian ini sangat populer di sekitar pemuja Pura Ulun Danu Batur.
Kisahnya adalah: Tersebutlah tiga putra Bhatara Indra yang berstana di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar, bertanya pada kakeknya Hyang Pasupati di Gunung Semeru.
''Mohon maaf Kakek Bhatara, siapakah gerangan ayah cucunda?''
''Oh kalau itu cucunda tanyakan, biar nanti bibi yang mengantar cucunda menjumpai ayahanda''.
''Nah nanda I Ratu Ayu Mas Membah (sebutan Bhatari Dewi Danu), sekarang berangkatlah ke Tirta Empul antarkan kemenakan nanda menghadap ayahandanya.''

Demikianlah I Ratu Ayu Mas Membah berangkat ke Bali diiringi ketiga putra Bhatara Indra serta I Ratu Ayu Arak Api. Tak terkisahkan di jalan ketiganya telah tiba di stana Bhatara Indra di Tirta Empul, dan langsung menghadap Bhatara Indra.
''Oh dinda Dewi datang, siapa kiranya ketiga anak ini?''.
''Oh kanda tidak kenal, inilah ketiga putra kanda yang yang semula di Semeru bersama ayahanda''.
''Oh begitu, kemarilah Nanda bertiga maaf ayahanda sudah tua, dan pandangan ayah sudah berkurang''.
''Nah, nanda yang tertua, ayah tak punya apa-apa, kiranya apa yang akan nanda minta?''.
''Mohon maaf ayahanda dan kiranya ada nanda memohon goa yang besar serta air suci''.
''Oh kalau itu, baiklah, kini ayah beri nama nanda I Ratu Gede Gunung Agung, dan di sanalah nanda menetap di bekas tempat ayah di pertengahan Gunung Agung, dan ini air suci, nanti beri nama tirta Mas Manik Kusuma.''
Begitulah, beliau lantas berstana di sekitar pertengahan Gunung Agung. Selanjutnya,
''Nanda yang kedua I Gede Nengah, apa yang nanda minta?''.
''Hamba juga minta air suci''.
''Nah nanda I Gede Nengah tempatkanlah air suci ini di barat laut tempat ibunda, dan beri nama tirta Mas Manik Mampeh. Letaknya di barat laut Danau Batur.''
''Nah nanda yang terkecil namun badannya terbesar apa yang nanda minta?''.
''Nanda minta balai agung''.

Beliau diberikan dan distanakan di Manukaya. Lalu, Bhatara Indra meminta Mangku Pucangan agar mengantarkan I Ratu Ayu Mas Membah menuju tempatnya. Beliau dijunjung menuju arah timur laut, di suatu tempat. Karena kepayahan menjunjung I Ratu Ayu Mas Membah istirahat sambil nafasnya ''ah-ah, ah'', sehingga tempat itu disebut Basang Ah.
Perjalanan dilanjutkan dan tiba di Desa Pengotan. Saat itu penduduk sedang rapat. Mangku Pucangan berkata:
''Tuan berhentilah sebentar bersidangnya, ini Paduka datang''.
Mereka tertawa karena melihat wujud Ida Bhatari layaknya ukiran janur yang dijunjung oleh Mangku Pucangan.
''Oh ha, ha, ha dimana ada Bhatari, orang menjunjung sampyan (ukiran rontal) banyak capak''.
Ida Bhatari berkenan menunjukkan wajah aslinya dan berkata,
''Nanti jika kalian semua memuja kepada-Ku, masih di pintu gerbang akan diterbangkan angin''.
Begitulah yang terjadi sampai saat ini, biasanya sesaji warga Pengotan, hancur di candi Pura Ulun Danu Batur. Perjalanan dilanjutkan. Sampai di Penelokan Mangku Pucangan melihat air payau sangat luas dan Bhatari Ratu Ayu Mas Membah meminta mencari benang dan bulu ayam. Benda tersebut dilemparkan ke tengah paya lalu benang tersebut diikuti oleh Mangku Pucangan. Tepat di tengah air paya Beliau berkata,
''Sudahlah Mangku Pucangan tempatkan Aku di sini''.
Begitu Beliau diturunkan, mendadak tempat ini makin tinggi terus menjadi sebuah gunung tepat di tengah paya (danau). Gunung itu diberi nama Gunung Tempur/ Tempuh Hyang. Artinya bekas pijakan kaki Ida Bhatari, sehingga menjadi Gunung Tampur Hyang. Nama lain dari Gunung Tampur Hyang adalah Gunung Lebah yang artinya sebuah gunung yang letaknya di dataran rendah, serta Gunung Sinarata -- yang diartikan oleh masyarakat Batur ''gunung yang mendapat sinar matahari secara merata''.
Demikianlah ceritanya, dan secara berkelanjutan akibat letusan Gunung Batur, mereka berpindah ke atas, serta puranya bernama Pura Ulun Danu Batur yang pujawalinya jatuh setiap Purnama Kedasa. 


PURA BATUR

Pura Batur yang lebih dikenal dengan Pura Ulun Danu terletak pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut tepatnya di Desa Kalanganyar Kecamatan Kintamani di sebelah Timur jalan raya Denpasar-Singaraja.

Pura ini menghadap ke barat yang dilatarbelakangi Gunung Batur dengan lava hitamnya serta Danau Batur yang membentang jauh di kaki Gunung Batur, melengkapi keindahan alam di sekeliling pura.

Sebelum letaknya yang sekarang ini, Pura Batur terletak di lereng Barat Daya Gunung Batur. Karena letusan dasyat pada tahun 1917 yang telah menghancurkan semuanya, termasuk pura ini kecuali sebuah pelinggih yang tertinggi. Akhirnya berkat inisiatif kepala desa bersama pemuka desa, mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur ke tempat yang lebih tinggi yakni pada lokasi saat ini. Upacara di pura ini dirayakan setiap tahun yang dinamakan Ngusaba Kedasa.

SEJARAH PURA BATUR

Sebelum letusan Gunung Batur yang dasyat pada tahun 1917, Pura Batur semula terletak di kaki Gunung itu dekat tepi Barat Daya Danau Batur yang merusakkan 65.000 rumah, 2.500 Pura dan lebih dari ribuan kehidupan. Tetapi keajaiban menghentikannya pada kaki Pura. Orang-orang melihat semua ini sebagai pertanda baik dan melanjutkan untuk tetap tinggal disana. Pada tahun 1926 letusan baru menutupi seluruh Pura kecuali "Pelinggih" yang tertinggi, tempat pemujaan kepada Tuhan dalam perwujudan Dewi Danu, Dewi air danau. Kemudian warga desa bersikeras untuk menempatkannya di tempat yang lebih tinggi dan memulai tusag mereka untuk membangun kembali pura. Mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur.

Beberapa lontar suci Bali kuno menceritakan asal mula Pura Batur yang merupakan bagian dari "sad kayangan" enam kelompok Pura yang ada di Bali yang tercatat dalam lontar Widhi Sastra, lontar Raja Purana dan Babad Pasek Kayu Selem. Pura Batur juga dinyatakan sebagai Pura "Kayangan Jagat" yang disungsung oleh masyarakat umum.

Sejarah Pura Batur merupakan persembahan untuk Dewi Kesuburan, Dewi Danu. Dia adalah Dewi dari air danau. Air yang kaya akan mineral mengalir dari Danau Batur, mengalir dari satu petak sawah ke petak sawah yang lainnya, lambat laun turun ke bumi. Dalam lontar Usaha Bali, salah satu sastra suci yang ditempatkan di pura itu, ada legenda kuno yang melukiskan susunan dari tahta Dewi Danu.

Legenda tersebut diceritakan sebagai berikut :
Pada suatu malam di awal bulan kelima Margasari Dewa Pasupati (Siwa) memindahkan puncak Gunung Mahameru di India dan membaginya menjadi dua bagian. Dibawanya satu bagian dengan tangan kirinya dan yang satunya dengan tangan kanannya. Kedua belahan itu dibawa menjadi tahta. Belahan yang dibawa dengan tangan kanannya menjadi Gunung Agung tahta untuk anaknya, Dewa Putranjaya (mahadewa Siwa) dan yang dibawanya dengan tangan kiri menjadi Gunung Batur tahta dari Dewi Danu, Dewi Air Danau. Legenda ini menjadikan Gunung terbesar di Bali dan dua elemen simbolis "laki-laki dan perempuan" (Purasa dan Pradana) atau dua asal mula manifestasi dari sumber; Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).


Dari Blandingan sampai Penglipuran

PURA Ulun Danu Batur, Kintamani, Bangli sebagai pura banuwa disembah oleh empat puluh lima desa di Bali, dengan Desa Batur sebagai penanggung jawab utamanya. Keempat puluh lima desa tersebut wajib mengeluarkan bahan upacara yang disebut atos. Pemuja ini terjadi karena perjalanan Ida Bhatari Dewi Danu ke desa-desa di sekitarnya.

Dikisahkan, Ida Bhatara Indra memberikan putra kedua tirta yang disebut Mas Manik Mampeh yang menjadi aset wisata di sekitar Danau Batur. Jalannya melewati Desa Songan, Kintamani, Bangli. Air ini sangat besar namun karena diberi pesan oleh Bhatara Indra tak boleh dimanfaatkan oleh orang Batur, maka Ida Bhatari Dewi Danu (I Ratu Ayu Mas Membah) berniat menjualnya. Semula yang akan menjual adalah putranya.

''Ibu hamba khawatir karena Ibu seorang putri tentunya akan banyak halangan, biarlah nanda yang menjualnya,'' kata putranya. ''Oh nanda jangan khawatir, ibu bisa menjaga diri,'' jawab Dewi Danu. Seketika Beliau berubah wujud menjadi seorang tua laki-laki yang sudah renta dan badannya penuh dengan luka, kudisan. ''Nah nanda adakah yang akan mengetahui ibu?''

Demikianlah Beliau menuju arah timur laut, sampai pada sebuah dataran tinggi sambil memikul air dalam dua buah labu pahit. Beliau tiba di dataran Bubung Kelambu, di sana beliau istirahat. Karena ragu airnya sejak tadi tumpah waktu dipikul, Beliau mengeluarkan airnya, dan memancur dari labunya, sehingga tempat itu diberi nama Tirta Mas Manik Mancur. Letaknya di sebelah barat Desa Blandingan.

Perjalanan dilanjutkan dan Beliau tiba di Desa Munti Gunung. ''Tuan, tuan yang ada di desa ini, saya menjual air, apakah tuan sudi membelinya?'' Penduduk Munti Gunung merasa jijik melihat Beliau yang pebuh kudisan dan baunya menusuk hidung sangat busuk. Lalu mereka berkata, ''Ah siapa sudi membeli airmu, kamu saja seperti pengemis, dan baumu sangat busuk. Bagaimana dengan airnya, tentunya juga busuk. Sana kamu pergi jangan di sini mengemis''.

''Oh kamu orang Munti Gunung, kamu sekalian tidak tahu Aku ini Bhatari Batur menjual air, dan kamu telah menghina Aku sebagai pengemis. Semoga nanti kamu sekalian sangat sulit hidupmu dan hanya akan hidup dari mengemis''. Begitulah, sampai saat ini penduduk Munti Gunung selalu meresahkan Denpasar dengan gayanya mengemis serta menjadi ''peminta-minta di jalan perempatan''.

Selanjutnya, Dewi Danu menjajakan air dari Batu Ringgit menuju ke barat. Namun satu desa pun tak ada yang mau membelinya dengan dalih pedagangnya sangat menjijikkan, serta mereka menyatakan sudah dekat dengan laut, mudah mencari air.

Tiba di Desa Les, Dewi Danu kembali menjajakan airnya. ''Tuan, tuan apakah tuan ada niat membeli air, saya menjual air''. Penduduk Les merencanakan membeli dengan dua kepeng, namun baru membayar satu kepeng. Itu pun dengan jalan menggadaikan sabit besar (tah). ''Nah Tuan sekalian, Aku ini Bhatari Batur, dan air ini berilah nama Toya Mampeh, dan tuan hendaknya menggantinya setiap tahun ke Batur''.

Sejak itu, setiap tahun pada Purnama Kedasa Desa Adat Les ngatos ke Batur berupa beras, babi, ayam aduan (uran akembaran) serta bahan lainnya sesuai dengan permintaan dari Penghulu Setimaan Batur. Di Desa Tejakula yang semula sebagai tempat buangan, Beliau menjual airnya dengan dua kepeng, serta dibayar dengan kerbau, dan selanjutnya, penduduk berminat membeli dengan tiga kepeng, karenanya beliau mengambil airnya sampai ke dasar labu, akibatnya kotoran labu dan jentik pun ikut dalam gayungnya. Penduduk lantas dikutuk ''agar sumurnya dalam dengan sebutan Buhun Dalem -- Bondalem''.

Perjalanan menuju ke barat dan di Pantai Ponjok Batur airnya dituangkan sedikit, sehingga di sana ada mata air yang jika air laut surut airnya kelihatan. Sampai di satu tempat dan semua airnya dituangkan serta dikutuk: ''semoga air ini tak bisa dijadikan air pertanian, dan air ini agar irit (inih) sehingga tempat itu menjadi Air (Sangat) Inih -- Air Sanih.

***

DEWI Danu kemudian berganti rupa kembali menjadi seorang putri yang sangat cantik dan telah tiba di sekitar perbatasan Kubu Tambahan. Beliau menjunjung bambu kecil dan berkata pada penduduk, ''Tuan, tuan di Kubu Tambahan apakah tuan mau membeli kerbau, saya menjual kerbau''. ''Ah ada-ada saja kamu mengatakan menjual kerbau, mana kerbaumu?'' ''Ini tuan kerbaunya saya tempatkan pada bambu yang saya jungjung,'' sahut Dewi Danu.

Mereka merasa ditipu, mana mungkin kerbau ada dalam sepotong bambu. Lalu, bambunya dirampas, dan dilihat ternyata di dalamnya kelihatan kerbau beberapa ekor, berkeliaran dalam bambu. Bambunya di balik, keluarlah beberapa ekor kerbau. Pemuka adat Kubu Tambahan dan Bungkulan mengusir kerbau tersebut, sehingga lari tunggang langgang melampaui beberapa desa seperti Penarukan, Banyuning, Swan, Jinengdalem, Kerobokan, dan sekitarnya.

Setelah sore Dewi Danu memanggil kerbaunya, namun seekor yang paling besar dipotong oleh penduduk Kubu Tambahan dan Bungkulan, dagingnya dibagi rata. Bhatari Batur lantas mengutuk: ''Tuan sekalian, Aku ini Bhatari Batur, nanti semua desa yang bekas diinjak kerbauku harus membayar ke Batur, dan tuan penduduk Kubu Tambahan dan Bungkulan yang memotong kerbauku harus menggantinya secara bergilir ke Batur dengan kerbau hidup.'' Begitulah, Kubutambahan dan Bungkulan secara bergantian membayar kerbau ke Batur, dan semua desa yang dilewati beliau dan bekas injakan kerbaunya sebagai pemuja Pura Ulun Danur Batur.

Dewi Danu atau Ida Bhatari Batur kembali ingin menambah wewidangan-nya dan Beliau berganti rupa menjadi gadis desa sangat cantik sambil berjualan gantal pada sabungan ayam di Kehen. Waktu itu, Ida Bhatara Kehen melihat beliau dalam hatinya berkata: ''Ah kenapa ada dagang gantal sangat cantik, kalau ini kujadikan istri sangat cocok sebagai penguasa''. Dagang tersebut didekati: ''Putri cantik kiranya tak cocok berdagang, bagaimana kalau Anda saya ambil menjadi istriku''. ''Mohon maaf, saya tak bisa menikah,'' sahut Bhatari Batur. ''Ah mana mungkin ada orang tak boleh menikah,'' kata Ida Bhatara Kehen. Lalu Bhatari Batur diperkosa.

''Hai tuan penguasa Kehen, kiranya tuan tak tahu siapa Aku, coba sekali lagi tuan memperkosa saya,'' tantang Bhatari Batur. Karena jengkel kembali Beliau mau diperkosa, mendadak Bhatari Batur berkata: ''Tuan Aku ini Bhatari Batur. Tuan sangat sombong baru di tempatmu, sekarang semoga ada gunung yang membuang air Danau Batur agar tak sampai ke Bangli''. Mendadak di selatan kota terbentang gunung yang membujur dari barat ke timur menutup aliran air Danau Batur. ''Ah, kamu baru bisa begitu saja sudah sombong, aku juga bisa,'' kata Ida Bhatara Kehen. Beliau lantas berkata: ''Semoga ada belut besi, kepiting besi yang melubangi gunung tersebut''. Benar saja, mendadak gunung tersebut dilubangi oleh belut besi dan kepiting besi yang saat ini tersimpan di Trunyan.

Akhirnya, Bhatari Batur kembali ke Batur. Namun sebelumnya mereka sama-sama mengutuk. ''Nanti jika Bhatari melewati daerahku engkau akan aku denda,'' kata Bhatara Kehen. ''Ya aku akan membayarnya, tetapi Aku juga mengutuk semua orang Bangli yang memiliki genta, harus membayar denda ke Batur,'' kutuk Bhatari Batur.

Sampai kini kutukan tersebut tetap berlaku, dan karena gagal mempersunting Bhatari Batur, Bhatara Kehen mengambil ''istri penawing'' ke Penglipuran.

* Jro Mangku I Ketut Riana

1 komentar:

  1. MUSTIKA MERAH DELIMA 100%
    ASLI WARISAN SPIRITUAL GHOIB – PULAU BALI , INDONESIA

    PERLU Di Garis bawahi Bahwa ::: MUSTIKA MERAH DELIMA Yang kami Miliki Bukan lah Hasil Isian / Tirakad Namun Murni dari ALAM dengan Kata Lain Asli Warisan Turun Temurun Spiritual Dari Alam Ghoib .

    Mohon Maaf sebelumnya dan Mohon Idzin untuk berbagi informasi ini , Barangkali saja ada yang sedang mencari – cari Benda bertuah yang satu ini , Mungkin sudah lama mencarinamun belum bertemu jodohnya hingga saat ini, biasanya para Pengusaha, Pejabat , Militer , Sultan , Keturunan Raja Raja yang ingin memiliki Benda Bertuah yang satu ini.

    Mahar dan Mekanisme nya Boleh Call By Phone Session
    INSHA ALLAH Bagi Yang Benar-Benar Serius dengan Niat& Hati Jernih & Bersih
    Akan berjodoh dengan Khodam nya MUSTIKA MERAH DELIMA ASLI

    Kami Hanya Melayani Khusus bagi yang Mampu secara Lahiryah dan bathiniyah .dan Bukan ada Niat untuk Mengadu tanding ILMU SPIRITUAL .Pertemuan Mediasi akan hanya kami layani di PULAU DEWATA di BALI ( BALI ISLAND – INDONESIA ) kecuali ada kesepakatan tertentu bila Pembeli Serius.

    Ciri-ciri Mustika Merah Delima asli yang kami Miliki :

    • Bentuknya Kecil seukuran biji delima. Tidak besar. Kalau besar, dapat dipastikan palsu.
    • Warna merah tanpa gelembung dan mengkristal.
    • Bila MD dalam segelas air. Rendam dalam segelas air. Bisa menembus 5 gelas hingga lebih, sesuai dengan niat kebersihan hati dari orang yang ingin meminangnya dan tidak hilang dalam waktu satu bulan.
    • Tembak rendaman gelas dg peluru. Gelas tdk pecah. Bila menggunakan silet Anti Cukur .
    • Dapat Menyala di dalam air / memerahkan air
    • Dapat digunakan untuk pengobatan segala macam penyakit (ringan ataupun berat / penyakit medis / non medis Insha Allah dengan se izin ALLAH SWT .
    • Kewibawaan tingkat tinggi
    • Daya kekuatan khodam & berkharomah sangat tinggi
    • Memajukan usaha bagi yang memegang / memilikinya
    • ANTI CUKUR (AC) Pengetesan : Rambut siapapun yang memegang benda tersebut, tidak akan bisa diputuskan dengan silet yang masih baru.

    Batu Mustika Merah Delima Hasil Pemberian Warisan Turun Temurun Ghoib dari tempat yang di Sucikan kekeramatannya. Bagi yang berminat / serius untuk Meminangnya dapat menghubungi saya sebagai pemilik batumustika

    SALAM JAGAD SPIRITUAL

    KI DALEM SAPU JAGAD
    HP +62 819 1653 9805
    Whatsapp : +628969007771
    EMAIL : kidalemsapujagad@gmail.com
    http://mustikamerahdelimabali.blogspot.com

    MOU/MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ( surat kesepakatan bersama )
    ket. ikuti aturan standar yg ada, serta pemilik di lindungi secara hukum oleh buyer, karena MOU akan dibawa ke Notaris utk dibuatkan surat pernyataan resmi bahwa penghasilan/pendapatan secara mendadak/spontan dari dana besar yang didapat di pertanggung jawabkan secara hukum agar tidak dicurigai sebagai dana ilegal ( Dana Teroris, Dana Korupsi & Money Laundring)

    SEKILAS MENGENAI MUSTIKA MERAH DELIMA YANG KAMI MILIKI .::http://mustikamerahdelimabali.blogspot.com
    SALAM JAGAD SPIRITUAL

    KI DALEM SAPU JAGAD
    HP +62 819 1653 9805
    Whatsapp : +628969007771
    EMAIL : kidalemsapujagad@gmail.com
    http://mustikamerahdelimabali.blogspot.com

    BalasHapus