Selasa, 08 Mei 2012

Puja Trisandhya, Panca Sembah dan Istadewata

Trisandya atau Puja Trisandya adalah mantram dalam agama Hindu khususnya bagi umat hindu di Bali dan umat Hindu di Indonesia pada umumnya. Mantram Trisandya dilaksanakan untuk persembahyangan 3 ( tiga) kali sehari yaitu pagi siang dan sore hari. Bait pertama dari trisandya adalah berasal dari Gayatri Mantram yang tertuang dari Veda.



Pada umumnya, sebelum melakukan persembahyangan — baik dengan puja Trisandya maupun Panca Sembah — didahului dengan penyucian badan dan sarana persem-bahyangan. Urutannya sebagai berikut: 


Duduk dengan tenang. Lakukan Pranayama dan setelah suasananya tenang ucapkan mantram ini: 

Om prasada sthiti sarira siwa suci 
nirmalàya namah swàha
 

Artinya: Ya Tuhan, dalam wujud Hyang Siwa hambaMu telah duduk tenang, suci dan tiada noda. 


Kalau tersedia air bersihkan tangan pakai air. Kalau tidak ada ambil bunga dan gosokkan pada kedua tangan. Lalu telapak tangan kanan ditengadahkan di atas tangan kiri dan ucapkan mantram: 

Om suddha màm swàha 

Artinya: Ya Tuhan, bersihkanlah tangan hamba (bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kanan). 

Lalu, posisi tangan di balik. Kini tangan kiri ditengadahkan di atas tangan kanan dan ucapkan mantram: 

Om ati suddha màm swàha 

Artinya: Ya Tuhan, lebih dibersihkan lagi tangan hamba (bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kiri). 


Kalau tersedia air (maksudnya air dari rumah, bukan tirtha), lebih baik berkumur sambil mengucapkan mantram di dalam hati: 
Om Ang waktra parisuddmàm swàha 

atau lebih pendek: 

Om waktra suddhaya namah 

Artinya: Ya, Tuhan sucikanlah mulut hamba. 


Jika tersedia dupa, peganglah dupa yang sudah dinyalakan itu dengan sikap amusti, yakni tangan dicakupkan, kedua ibu jari menjepit pangkal dupa yang ditekan oleh telunjuk tangan kanan, dan ucapkan mantra: 
Om Am dupa dipàstraya nama swàha 

Artinya: Ya, Tuhan/Brahma tajamkanlah nyala dupa hamba sehingga sucilah sudah hamba seperti sinarMu. 


Setelah itu lakukanlah puja Trisandya. Jika memuja sendirian dan tidak hafal seluruh puja yang banyaknya enam bait itu, ucapkanlah mantram yang pertama saja (Mantram Gayatri) tetapi diulang sebanyak tiga kali. Mantram di bawah ini memakai ejaan sebenarnya, "v" dibaca mendekati "w". Garis miring di atas huruf, dibaca lebih panjang. Permulaan mantram Om bisa diucapkan tiga kali, bisa juga sekali sebagaimana teks di bawah ini: 

Mantram Trisandhyà 

Om bhùr bhvah svah 
tat savitur varenyam 
bhargo devasya dhimahi 
dhiyo yo nah pracodayàt 

Om Nàràyana evedam sarvam 
yad bhùtam yac ca bhavyam 
niskalanko nirañjano nirvikalpo 
niràkhyàtah suddo deva eko 
Nàràyano na dvitìyo’sti kascit 

Om tvam sivah tvam mahàdevah 
ìsvarah paramesvarah 
brahmà visnusca rudrasca 
purusah parikìrtitah 

Om pàpo’ham pàpakarmàham 
pàpàtmà pàpasambhavah 
tràhi màm pundarìkàksa 
sabàhyàbhyàntarah sucih 

Om ksamasva màm mahàdeva 
sarvapràni hitankara 
màm moca sarva pàpebyah 
pàlayasva sadà siva 

Om ksàntavyah kàyiko dosah 
ksàntavyo vàciko mama 
ksàntavyo mànaso dosah 
tat pramàdàt ksamasva màm 

Om sàntih, sàntih, sàntih, Om 

Terjemahannya 

Tuhan adalah bhùr svah. Kita memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan kemuliaan Hyang Widhi, Semoga Ia berikan semangat pikiran kita. 

Ya Tuhan, Nàràyana adalah semua ini apa yang telah ada dan apa yang akan ada, bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah dewa Nàràyana, Ia hanya satu tidak ada yang kedua. 

Ya Tuhan, Engkau dipanggil Siwa, Mahàdewa, Iswara, Parameswara, Brahmà, Wisnu, Rudra, dan Purusa. 

Ya Tuhan, hamba ini papa, perbuatan hamba papa, diri hamba ini papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Hyang Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba. 

Ya Tuhan, ampunilah hamba Hyang Widhi, yang memberikan keselamatan kepada semua makhluk, bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah hamba oh Hyang Widhi. 

Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelahiran hamba. 

Ya Tuhan, semoga damai, damai, damai selamanya. 

Setelah selesai memuja Trisandya dilanjutkan Panca Sembah. Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya (mungkin tadi sudah di rumah) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga atau kawangen yang akan dipakai muspa. Ambil bunga atau kawangen itu diangkat di hadapan dada dan ucapkan mantram ini: 

Om puspa dantà ya namah swàha 

Artinya: Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci. 

Kramaning Sembah (Panca Sembah) 

Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pinandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma, jika dipimpin pinandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut: 


Dengan tangan kosong (sembah puyung). Cakupkan tangan kosong dan pusatkan pikiran dan ucapkan mantram ini: 
Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha 

Artinya: Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba. 


Sembahyang dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram: 

Om Adityasyà param jyoti 
rakta tejo namo’stute 
sweta pankaja madhyastha 
bhàskaràya namo’stute 

Artinya: Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan. 


Sembahyang dengan kawangen. Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang. Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat: 

Om nama dewa adhisthanàya 
sarwa wyapi wai siwàya 
padmàsana eka pratisthàya 
ardhanareswaryai namo namah 

Artinya: Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja. 


Sembahyang dengan bunga atau kawangen untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memper-lakukan bunga itu langsung sebagai wara-nugraha, jadi tidak "dilentikkan/dipersem-bahkan" tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah: 

Om anugraha manoharam 
dewa dattà nugrahaka 
arcanam sarwà pùjanam 
namah sarwà nugrahaka 
Dewa-dewi mahàsiddhi 
yajñanya nirmalàtmaka 
laksmi siddhisca dirghàyuh 
nirwighna sukha wrddisca 

Artinya: Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud jadnya suci. kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani. 


Sembahyang dengan cakupan tangan kosong, persis seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran. Mantramnya: 

Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha. Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om 

Artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan. 

Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya: 

Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini: 

Om, àkàsam nirmalam sunyam, 
Guru dewa bhyomàntaram, 
Ciwa nirwana wiryanam, 
rekhà Omkara wijayam, 

Artinya: Ya Tuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu. 

Om nama dewa adhisthanàya, 
sarva wyàpi vai siwàya, 
padmàsana ekapratisthàya, 
ardhanareswaryai namo’namah. 

Artinya: Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, hamba memujaMu. 

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut: 

Om Isanah sarwa widyànàm 
Iswarah sarwa bhùtànàm, 
Brahmano' dhipatir brahmà 
Sivostu sadàsiwa 

Artinya: Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa. 

Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, mantramnya begini: 

Om, Girimurti mahàwiryyam, 
Mahàdewa pratistha linggam, 
sarwadewa pranamyanam 
Sarwa jagat pratisthanam 

Artinya: Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu. 

Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga: 

Om, catur durjà mahàsakti 
Catur asrame Bhatàri 
Siwa jagatpati dewi 
Durgà masarira dewi 

Artinya: Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana. 

Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya: 

Om Brahmà Prajàpatih srestah 
swayambhur warado guruh 
padmayonis catur waktro 
Brahmà sakalam ucyate 

Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung. 

Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya: 

Om Brahmà Wisnu Iswara dewam 
Tripurusa suddhàtmakam 
Tridewa trimurti lokam 
sarwa wighna winasanam 

Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa Maha Suci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana. 

Untuk di Pura Sagara atau di tepi pantai, mantramnya: 

Om Nagendra krùra mùrtinam 
Gajendra matsya waktranam 
Baruna dewa masariram 
sarwa jagat suddhàtmakam 

Artinya: Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang ber-moncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.

Untuk di Pura Batur, Ulunsui, Ulundanu, mantramnya: 

Om Sridhana dewikà ramyà 
sarwa rupawati tathà 
sarwa jñàna maniscaiwa 
Sri Sridewi namo’stute 

Artinya: Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. Ia adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu. 

Untuk bersembahyang pada hari Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya: 

Om Saraswati namas tubhyam 
warade kàma rùpini 
siddharàmbham karisyami 
siddhir bhawantu me sadà 

Artinya: Ya Tuhan dalam wujudMu sebagai Dewi Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugrahaMu. 

Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan "mantram umum" pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.

Senin, 30 April 2012

Pura Pasar Agung


Pura Pasar Agung ini berada di punggung barat Gunung Agung. Kita menghadap ke timur atau berhulu ke puncak atau luhur Gunung Agung. Sementara puncak gunung atau di kepundan/kawahnya berada pada ketinggian 3.400 meter di atas permukaan laut. Di lokasi ini ada Pura Puser Tasik, lokasi untuk mulang pakelem.
Pura Pasar Agung Sebudi disanggra warga 16 desa, Kecamatan Selat, serta pangempon ngarep empat desa pakraman terdekat yakni Sogra, Sebudi, Bukit Galah dan Pemaksan Sebun. Saat pujawali diyakini Ida Batara tedun (turun) melihat jagat raya beserta isinya, dan sekaligus menganugerahkan keselamatan, perlindungan, kesejahteraan, kerahayuan serta kesuburan dan hasil panen pertanian yang melimpah.

Pura Luhur Rambut Siwi

Pura Luhur Rambut Siwi terletak di Jalan Denpasar - Gilimanuk di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali Indonesia, 18 KM timur Kota Negara dan sekitar 200 meter ke selatan dari Pura Penyawangan ( Pura yang terletak di pinggir jalan utama Denpasar - Gilimanuk, dan selalu di singgahi banyak pengguna jalan yang memohon Yeh Tirtha (air suci) agar mendapatkan keselamatan dalam perjalanan mereka).
Pura Luhur Rambut Siwi di datangi oleh sebagian besar umat Hindu yang ada di Bali saat odalan Pura yang jatuh setiap 210 hari pada Buda(rabu), umanis, wuku prangbakat. Odalan yang jatuh pada hari biasa akan dilakukan Odalan Tingkatan Madia(menengah). Tapi jika bertepatan pada saat bulan Purnama atau Tilem maka akan dilaksanakan Odalan Tingkatan Utama(odalan Nadi).

Pura Pucak Bukit Sinunggal


Pucak Bukit Sinunggal merupakan salah satu Pura Dang Kahyangan yang ada di Bali Utara. Pura ini terletak di Desa Tajun, Kubutambahan.

Menurut sejarahnya yang dalam buku “Pura Bukit Tunggal Dalam Prasasti” disusun Ketut Ginarsa, Balai Penelitian Bahasa, Singaraja, 1979, sebelum tahun 914 Masehi pura ini menjadi milik raja yang dipuja masyarakat Bali Utara pada zaman itu.


Apa dan bagaimana sejarah berdirinya Pura Pucak Bukit Sinunggal itu?
Berdasarkan prasasti Raja Sri Kesari Warmadewa tertanggal 19 Agustus 914, Pura Gunung Sinunggal yang dahulu disebut Hyang Bukit Tunggal terdapat di Desa Air Tabar, daerah Indrapura. Desa Indrapura kini disebut Desa Depaa. Sedangkan yang memelihara Pura Bukit Tunggal itu adalah Desa Air Tabar. Di desa itu terdapat tokoh-tokoh masing-masing Mpu Danghyang Agenisarma, Sri Naga, Bajra dan Tri.
Keempat tokoh masyarakat itu berpangkat Ser Tunggalan, Lampuran. Mereka bertugas mempersatukan masyarakat desa serta melaporkan keadaan dan peristiwa yang terdapat di Desa Air Tabar dan sekitar Pura Bukit Tunggal kepada Sri Paduka Raja Kesari Warmadewa di Istana Singhamandawa. Pada saat itu Istana Singhamandawa terletak di antara Desa Bedulu dan Desa Pejeng sekarang.